Friday, November 25

black-caped lady

black friday today, is
faraway in the land of the free
a lady seeing herself in the mirror
letting her mind soar

she adjusted the neck of her turtle-neck
and admiring the length of her cape

invicible is what he thaught the word would be
that describes her
femme-fatale is how she feels

walking with all the confidence in her
she's enjoying the feeling of the hem of her cape
swinging cooly with every step she takes

black-caped lady
in a world of her imagery

postscrip:
i do want to have superhero power, you see
especially telekinetic
would be nice to be able to, ahem, shall we say 'disturb' someone from afar
just for the fun of it

Thursday, November 24

penurut yang mbalelo

melihat perilaku rakyat negeri ini (jakarta dulu deh, bagian negeri yang lain aku tidak lihat dalam keseharian), kadang bingung juga menilainya.
di satu pihak, nampaknya mereka amat sangat penurut, terutama jika berhubungan dengan figur otoritas.
di sisi lain, sedemikian tak pedulinya pada peraturan.

contohnya adalah: "perintah" untuk pendataan e-katepe. semua orang nurut dateng memenuhi panggilan kelurahan. pun jika dia sebetulnya terkendala (cacat, sangat tua, kesulitan jalan, dll). pun jika harus balik kampung dan bayar mahal untuk memenuhi panggilan. pun jika harus antri (antri memang harus dan terpaksa karena pakai nomor urut panggilan) untuk jangka waktu yang tak jelas. tapi semua nurut. diambil sidik jarinya, lengkap sepuluh2nya. diambil fotonya. diambil data2nya. pasrah semuanya. ada ga yg sempat menanyakan, negara memiliki data personal sedemikian mesranya...apakah sebenernya mereka berhak? gimana dengan perlindungan akan data itu? nomor telpon aja bocor melulu. tapi kita semua - setahu saya - nurut. duduk manis mengantri hingga nama dipanggil, berjam2 setelah pagi mendaftar.

di sisi lain, mari kita lihat perilaku di jalan raya. layaknya orang buta marka semua orang2 klo sudah di jalan raya. dan juga masalah mengantri. klo tidak ada pembatas fisik macam pagar, tali, papan dll, mana bisa orang kita ini mengantri berderet dengan manis meliuk2?

apa yang membedakan 2 hal di atas?
menurut pengamat super amatir ini (saya) adalah adanya (atau tidak adanya) sosok otoritas. panggilan e-katepe: perwakilan nyata otoritas. ada si bapak lurahnya, ada orang2 'third party' pelaksana pendataan. ada surat atawa putusan dari menteri dalam negri. kurang apa lagi?

lalu-lintas: aturan merupakan perwakilan otoritas, betul. tapi aturan dan marka jalan itu abstrak. hanya tulisan, tanpa sosok (= pengawas/penegak). ya selama ga ada orang yang perlu diturutin, ngapain  nurutin tulisan?

mungkin begitu.

mungkin ini turunan dari mental terjajah. otoritas (orang) mewakili penjajah, penguasa. kelihatan melanggar aturan otoritas = mati.
tulisan tanpa penjaga = tidak ada yg melihat, tidak ada yg tahu = ga mati. selama ga ada yg liat, selama yang jaga ga liat = ga mati.

mari hidup, jangan mati!

Tuesday, November 22

to be good

pernah baca di suatu media, kira2 seperti ini:

it's my job to be a good person
it's not my job to be liked

setubuh!

that surealist feeling of being there

i opened my december edition of natgeo magz last nigth, just before bed.
lo and behold, they put 'the king james bible, making a masterpiece' on their cover.
what does it have to do with my life? not so much, apart from the part that i happened to be lucky enough to see the actual king james bible on exhibition in oxford, some months ago.

i don't mean to brag. honestly.

it's the feeling i want to share, that surealist feeling of seeing things in the magz, in the tv, in the news; things that you've have actually touched, or seen, or smelled, or glimpsed about - in real life. it's something that becomes part of your memories, either in jars or in secret chests - or simply there inside the multi-drawers complexity of our mind. and with memories come the feeling. that surealist feeling. as in dream, things are close yet untouched, they are seen yet obscure, vivid but elusive - the very sensation of having been there and having seen them. the feelings of someting within your grasp, just a millimeter away from your fingertips, but eludes you. memories and feelings are so abstract.

the world is such an exhaustible place of things, of knowledge, of happenings. to be able to taste just a mini particle of that vast availability is a privilege. privilege not so many can have. so far in my life, i have been privileged enough. not so much, but at least a bit.

live long and prosper, and may you be amongst the privileged.

Friday, November 18

jars of memories

konon, CLBK diperparah dengan Facebook / BB, yang 'mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat'. FB / BB berlanjut ke kopi darat. kopi darat membuat orang terkenang2 akan masa lalu, yang dipandang dengan mata yang berlensa nostalgi, membuat hasil pandangan kini bukanlah yang kini, tapi kini yang 'jika saja dulu'

aku menyebutnya dengan 'jars of memories'. toples-toples itu (oke, sebelum berlanjut ke masalah inti, untuk kakak2ku.. PLIS... lupakan itu kejadian toples toples toples....)

toples-toples itu, jars of memories, mengawetkan sedemikian rupa ingatan ttg masa dulu, masa muda, saat dunia masih berwarna-warni indah, manis bagai lolipop. di toples yang berisi pameran manisan masa lalu, tentu kita pura-pura lupa bahwa masa lalu juga bisa pahit dan mengenaskan. deretan jars of memories tidak memberi ruang bagi rasa masam, pahit, dan pilu. untuk yang demikian itu, ada 'the dark chest of unpleasantness' - yang dipendam dalam-dalam, jauh dari pusat ingatan, dan dipinggirkan ke kealpaan.

dengan hanya berbekal rasa manis, tentu saja saat kita melihat kenangan itu duduk di hadapan, yang terlihat adalah sosok yang berbalut madu dan bergelimang cahaya redup warna pastel.

CLBK? cuma ilusi. sama bo'ongnya dengan easter bunny.

it's the memory you cherish, not the hard fact that your sweetmeat has turned old, fat (or wiry), and not so dashing anymore.

Thursday, November 17

that (diminishing) fearlessness

people often see me as a confident person. they sometimes told me that i am such a fearless person.
yeah, i could look that way. what actually happens inside me is for me to keep.

my fearlessness comes from the simple consciousness that i have nothing to hide. well, most of the time i do not have anything to hide. a close friend of mine said once: you just put everything as it is. maybe i do.

strange thing is, now i realize that my fearlessness is getting smaller and smaller. it is getting easier and easier for me to feel intimidated. i wonder why.. coz basically i still have not much to hide.

perhaps it's like alice. madhatter said to her that 'she's lost his muchness'. maybe i've lost my muchness. or maybe i'm getting too old to be fearless anymore. world has gotten too complicated. things have gotten to complex. and people are getting harder and harder to decipher. i may have nothing, or almost nothing, to hide. but do they? it's hard to keep a straight line when everybody else is zigzagging.

Tuesday, November 15

virtual tootbrushing

suatu malam di rumahku, setengah jam menjelang pukul sembilan malam
aku sudah siap menunggu anak kembarku di kamar mereka, untuk membacakan buku cerita
mereka memasuki kamar, dan seperti biasa aku katakan pada mereka untuk gosok gigi terlebih dahulu
mereka keluar lagi, dan aku menunggu sambil membaca buku
setelah kembali masuk ke kamar, anak-anak kubacakan buku cerita, seperti biasa
setelah mereka tidur, aku keluar dan tidur di kamar kami
malam yang biasa saja, seperti hari-hari lainnya; malam yang menyenangkan...

esoknya suamiku bertanya: "anak-anak bilang klo mereka sudah gosok gigi kemarin"
aku jawab: "ya, terus aku bacain buku"
"kamu ga ngecek?"
"enggak. emang kenapa?"
dia langsung tertawa, dan kemudian berkata:"tahu mereka ngapain? mereka ngobrol sama aku, dan waktu aku ingetin untuk sikat gigi, si bulat [salah satu anak kembarku punya mata yang bulat sekali] cuma bikin gaya seolah sikat gigi: berkumur-kumur"
"oh.. kumur-kumur doang?"
"engga, gaya kumur-kumur aja, ga pake air", dan suamiku menirukan gaya orang berkumur
"duasarrr......!!"

suatu malam di rumahku, anak kembarku telah menciptakan 'virtual toohbrushing'

live long and prosper

Friday, November 11

mengubah rubah

Sentilan Jumat:


kemarin ada presentasi sistem keamanan pintu di kantor saya. Salah satu menu yang tertera adalah 'Rubah'. Sambil cekikikan saya bilang: Mas, menu itu buat mengubah jadi rubah? Si Mas bengong. Terpaksalah sedikit saya sampaikan bahwa yang benar adalah Ubah dan bukan Rubah, kecuali mungkin memang ada fungsi untuk meRubah (mengubah jadi rubah, si mamalia kecil itu).

Penafian: saya sama sekali bukan ahli Bahasa Indonesia, sumpeh. Cuma gemes ama si Rubah. Sama gemesnya saat nemuin kata "di kerjakan" dan "ditempat".

Tuesday, November 8

(part 4) merdeka!

merdeka! sudah sejak taon 1945 negri ini merdeka (katanya). waktu yang cukup lama buat membangun suatu bangsa - meski ini relatif. dan amat sangat tergantung niat negara dan bangsanya, dan pemerintahnya. melihat kondisi sekarang, ahem.. mari kita lihat:

1 - merdeka ekonomi: blom (lihat betapa negri agraris ini mengimpor bahan mentah)
2 - merdeka pemikiran: blom (lihat metode pendidikan yg hapalan melulu, dan menawarkan hanya 1 jawaban untuk1 pertanyaan, padahal bisa aja ada alternatif)
3 - merdeka religi: blom banget (ingat ahmadiyah?)
4 - merdeka jiwa: blom (lihat betapa orang2 kita sangat terpengaruh konformitas dan tekanan sesama)
5 - merdeka badan: blom juga (lihat betapa banyaknya orang yang hidup tidak sehat, baik karena keberlimpahan, atau kekurangan yang akut)

tapi bukan kemerdekaan rumit macam itu yang aku mo tulis.

aku tertarik dengan konsep merdeka yang 'mendasar' = merdeka berarti seenak udel! nih dia pemandangan sehari2 yang terlihat dari kaca bis umum yang juga merdeka, meski merdekanya mereka berarti penindasan bagi pihak lain.

a - merdekanya kaum penjual kaki lima: dengan memakai trotoar, pinggir jalan, emperan, dll: menindas pejalan kaki
b - merdekanya pengendara motor yang naik ke trotoar, menggasak pinggiran jalan, menggilas emperan di kala macet: menindas penjual kaki lima yang sudah duluan menindas pejalan kaki
c - merdekanya bis umum, dengan keyakinan bahwa 'besar itu berkuasa', yang seenaknya berhenti sembarangan, bahkan di lajur kanan, nggeyol sekenanya, dan tidak adanya kepedulian pada penumpang yang sebetulnya adalah customer mereka: menindas semua pengguna jalan, termasuk pengendara motor yang sudah menindas pedagang kaki lima yang menyengkat hak pejalan kaki
d - jangan salah, pejalan kaki yang sudah tertindas majemuk pun kadang masih bisa jadi penjajah. dengan kemalasannya menyeberang pada tempat yang sudah disediakan (oke, kadang tempat2 itu memang masih kurang jumlah dan mutu), mereka juga menindas hak pengendara kendaraan bermotor untuk melaju dengan tenang dan tanpa risiko melukai
e - kemerdekaan para penyelak antrian, yang menindas hak sesamanya
f - kemerdekaan kaum 'pembersih' yang buang sampah seenaknya, dan memindahkan tanggung jawab (serta risiko) kepada orang lain.

begitulah negri ini, merdeka!

Friday, November 4

selingan: oh, bisa bahasa indonesia ya?

numpang lewat. kejadian lucu waktu beberapa waktu lalu mendapat rejeki bisa nginjek tanahnya mr. david cameron, dan ikutan temen ke acara kumpul2 orang endonesa di london.

setelah berkenalan ke kiri ke kanan (dan dengan segera lupa lagi dengan siapa saja gw berkenalan - maklum memoriku bekerja bagaikan lapisan teflon), dan mengudap, minum (yang dilakukan di kebun, mumpung cuaca lagi cerah bersahabat), aku masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang, dan langsung berbicara dalam (tentunya) bahasa endonesa ke orang yang sedang ada di situ -yang amat sangat nampak seperti orang endosa juga.

dengan penuh keterkejutan, si mas yang aku ajak ngomong, mengucap: ah, bisa bahasa indonesia ya? sambil setengah mati menahan diri untuk ga pasang expresi yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan sosial (social faux pas), aku bilang: bisa mas, saya orang endosa kok... 'oh..... kirain orang sini'

beberapa bulan sebelumnya juga... pernah ada orang jepang, ketemu di suatu acara bisnis, dan bertanya diriku berasal dari mana. ya aku bilang: saya orang jakarta. 'ah? not from europe?' (okay, i don't think jakarta is near anywhere in europe). senyum manis kukembangkan untuknya.

ya, saya bisa bahasa endonesa. banget! sumpeh!

part (3)

are they getting younger, or are we getting older?

jaman dulu masih sering naek bis, jaman dulu masih sekolah, klo ngeliat sopir bis dan keneknya, aku menganggap mereka 'bapak-bapak'.

fastforward ke hari ini, dan yang jadi sopir serta kenek bis, bukan lagi bapak-bapak, atopun mas-mas, tapi sudah sampe taraf 'adek-adek'. seriously.

kadang ini bikin saya mikir: dulu mereka 'bapak-bapak' karena saya melihatnya dari umur yg masih di bawah, atau memang dulu sopir itu orang dewasa?

sekarang mereka 'adek-adek' karena memang mereka masih semi ingusan atau karena aku melihatnya dari umur atas?

berdasarkan pengamatan dan pengalaman naek bis bekali2, sopir bis jaman sekarang, bener2 anak ingusan, yang ngomong aja belum becus. gw rasa mereka baru aja selesai jadi remaja, dengan badan yang belum memutuskan untuk berhenti tumbuh, yang membuat komposisi badan mereka mirip2 alien: tangan kepanjangan, kepala kegedean, kumis dan jenggot yang tumbuh ramai tapi belum teratur, rambut yang punya kemauan sendiri, dan suara yang kadang berubah timbre.

dengan belum berdamainya hormon dan perkembangan tubuh dan koordinasi otak-badan mereka, bayangkan perasaan diriku disetirin oleh orang2 macam begini. dan dengan kemampuan multi-tasking remaja jaman sekarang - yang mengherankan dan sekaligus bikin ngeri - tantangan naik bis pun meningkat. urusan ngobrol di hape sambil nyetir sih basic banget. lebih seru kalo nyetir sambil memangku sebungkus nasi, dan curi2 menyuapkannya di antara belokan. keseruan ini ditambah lagi dengan obrolan berdesibel tinggi antara sopir dan kenek.

selain petualangan di bis, ada satu hal lagi yang bikin persepsi bahwa 'saya sudah tua' menjadi semakin tajam. anak baru masuk kemarin di kantorku, kelahiran tahun 1987. berarti usianya 24 tahun. berarti saat aku, ehem, masuk SMA, anak ini baru lahir. umur segitu juga aku mulai kerja di perusahaan ini, and that was, like... 16 years ago. how's that for putting things into perspective?

draw your own conclusion, then.

Thursday, November 3

brave decision (part 2)

Oke... berhubung ada yg mengingatkan kalo aku janji  bikin part 2 dan seterusnya, yok maree lanjut...

Jalan kaki dan naik bis: pilihan yang bukan pilihan

sebagai orang yg cukup punya, dalam artian punya mobil pribadi plus supirnya, mungkin lucu bagi orang lain untuk melihat aku pagi2 jalan kaki, dengan rencana habis itu naik bis umum, ke kantor. dengan standar gaji dan gaya hidupku, yang menurut 'bracket' ekonomi masuk ke 'golongan menengah' (meski menengahnya agak berat ke bawah), tentunya harusnya aku tidak lagi jalan kaki dan naik bis. orang2 sepertiku, cocoknya naik mobil, entah disupirin ato bawa sendiri. minimal2, saat mobil tak tersedia, yang cocok adalah naik kendaraan umum yang pribadi (= taxi).

ini 'rasa' yang aku dapat dari pandangan satpam kompleks, sewaktu pagi2 liat aku jalan, dan berencana naik bis. kok jalan, mbak? seolah jalan kaki itu udah bukan 'hak'ku lagi.

dilihat dari 'bawah', mungkin hirarkinya begini:
- nggak punya duit - jalan kaki, lanjut dengan moda lain
- punya duit dikit - naik ojeg, terusin dengan moda lain
- punya duit agak banyakan lagi - naik taksi
- klo gedongan dan bener2 punya duit - naik mobil pribadi lah
* di luar skala ini saya gak tauk, belum nyampe levelnya

serunya lagi, klo mo melebarkan pandangan, dan menelaah (cieee...) dari segi sosiologi, orang kita itu kan pemake status banget ya? klo orang kaya, ya tongkrongannya, jinjingannya, harus barang2 yang gedongan juga. klo engga, bukan orang punya, namanya. jadi tentunya, kegiatan saya jalan kaki mo naik bis itu tidak melambangkan 'golongan' saya.

dengan semangat kejujuran penuh, kuakui klo naik bis umum itu, memang pilihan terakhir. kepepet, istilahnya. bukan karena harganya yang murah terus bikin kelas jadi turun, tapi masalah: aman, nyaman. jalan kaki juga demikian. bukan masalah otot kaki dan paru2 ga kuat, tapi balik lagi ke masalah: aman, nyaman nah.. itu hal panjang lain buat dibahas....

see you in part 3

Tuesday, November 1

a brave decision, and things that come from it (part 1)

hari ini pagi mendung. udara cukup dingin untuk ukuran jakarta, tapi tak cukup sejuk buat bikin badan jadi adem. supir tidak bisa mengantar diriku karena suamiku ke luar kota, dan si supir harus mengganti mengantar anak2 ke sekolah.

klo lagi manja, aku akan telpon pesan taxi pagi2 (seperti kemarin). hari ini, aku memilih gagah dan mau naik bis umum saja.

keputusan naik bis umum saja rupanya jadi bikin banyak topik bersliweran di benakku:
1 - ttg komplimen tadi malam dari dosen les "you look a bit too young to have four kids"
2 - jalan kaki, naik bis: seolah jadi pilihan yang bukan pilihan
3 - am I getting much too older or are they getting younger (re: supir metro mini)
4 - merdeka! dalam konteks anarki keseharian
5 - betapa jadi rakyat jakarta tuh pemenuhan hak2nya minim sekali

nah.. mulai dari mana?

oke, urut kacang saja.

No.1: you look a bit too young to have four kids.
ah! the beauty of those words never fail to lift up my spirit.
in those words, I see two compliments: 1 - that I look young, 2 - that I look swell enough for mom with four kids. my lovely hubby couldn't agree more. and he means it.
the thing with me is, i manage to see the 'dark' side of almost everything, though i immediately try to counter balance it with finding the 'light' thing about it. (gosh... i started writing in english without realizing it!). so, with the 'i look so young' thing, i see that as looking young or looking childish? you see, some time ago someone told people, when he was asked about how i was, that 'she's like a big kid. she talks to people as it is, no matter who they are'. that, too, i took as a compliment. see how truthful i was? but that coompliment came with some warning: big kid? was i so immature? perhaps i was. perhaps i still am. hence the above compliment.

being the youngest in a family perhaps left it marks on me. i tend to see me as the young one, even in the group of younger people. never occur to me to adopt the role of 'the elder'. never. ever. it is something that i need to switch on, after trying, no... groping (as in the dark) to find the switch. usually by the time i find it, someone else has taken over the role. and i, for the zillionth time, slip into the background. see.... no wonder i look young. i am young. maybe so wrongly so.

never mind.

part 2 to follow the next day.